WELCOME TO MY WORLD

WELCOME TO MY WORLD

Jumat, 09 Januari 2015

Strategi dan Kebijakan Pembangunan Telematika

NAMA            : FAJRI YUSUF WAHYUDO
KELAS           : 4KA41
NPM               : 12111660



-TUGAS-

Buatlah kesimpulan macam-macam proposal yang ada tentang strategi kebijakan pembangunan telematika!
Sektor Telematika masih dianggap sebagai sektor yang kurang menarik untuk dibicarakan terutama dalam konteks diskursus politik praktis. Tidak demikian halnya bila kita bersedia meluangkan waktu sejenak untuk meneropong posisi strategis sektor telematika ini, khususnya bila dikaitkan dengan kontribusi sektor ini terhadap perencanaan dan implementasi strategi pembangunan ekonomi, sosial, politik, dan pertahanan keamanan nasional.
Meski kontribusi sektor telematika dalam Pendapatan Nasional belum cukup signifikan, hanya sebesar 5.1% utuk tahun 2000 dan 5.8% untuk tahun 2001 namun aktivitas sektor ini cukup memberi warna tersendiri dalam perekonomian nasional. Ditandai dengan mulai maraknya sekelompok anak muda membangun bisnis baru menggunakan teknologi Internet, maka Indonesia tak ketinggalan dalam booming e-commerce, majalah Warta Ekonomi edisi Maret 2001 mencatat ada sedikitnya 900 perusahaan dotcom di Indonesia. Jika rata – rata setiap perusahaan menyerap 50 tenaga kerja ahli di bidang telematika, maka 45.000 tenaga kerja telah terserap dalam industri dotcom di Indonesia. Sayangnya, menyusul surutnya bisnis e-commerce dan kurangnya dukungan infrastruktur informasi di Indonesia menjadikan banyak perusahaan dotcom Indonesia mengikuti jejak rekannya di Amerika dan Eropa.
Pembangunan sektor telekomunikasi diyakini akan menarik sektor – sektor lain berkembang, sebagaimana diyakini oleh organisasi telekomunikasi dunia, ITU, yang secara konsisten menyatakan bahwa penambahan investasi di sektor telekomunikasi sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3%. Hipotesis ini telah terbukti kebenarannya di negara – negara Jepang, Korea, Kanada, Australia, negara – negara Eropa, Skandinavia, dan lainnya yang telah memberi perhatian besar pada sektor telekomunikasi, sehingga selain jumlah pengguna telepon (teledensity) meningkat, terjadi pula peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Implikasi sosial dari pemanfaatan teknologi khususnya telekomunikasi dan teknologi informasi belum dapat dirasakan secara langsung oleh kelompok masyarakat miskin atau mereka yang berpenghasilan rendah. Hal ini dapat dipahami karena rendahnya daya beli serta bagi kelompok ini, telematika belum merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap hari. Dalam kondisi semacam ini, telematika masih menjadi barang langka, mahal dan tidak berguna bagi golongan miskin dan mereka yang tinggal di pedesaaan atau daerah terpencil. Sebaliknya, bagi golongan terpelajar, atau mereka yang berpunya, pada awal abad milenium belakangan ini muncul kecenderungan kuat adanya ketergantungan terhadap informasi. Penggunaan telekomunikasi dan teknologi informasi khususnya Internet sebagian besar dilakukan oleh kelompok masyarakat golongan menengah ke atas. Kondisi kontradiktif dalam pemanfaatan telematika memunculkan fenomena yang kaya makin kaya, yang miskin makin terpuruk dan tambah miskin. Ketidak-tanggapan penentu kebijakan publik di bidang telematika terhadap fenomena umum semacam inilah yang kemudian menimbulkan jurang digital (digital divide).
Jika kontribusi telematika terhadap perekonomian nasional sudah ada cara mengukurnya, tidak demikian halnya dengan kontribusi telematika tehadap pembangunan dan peningkatan kualitas demokrasi. Bukti empiris menunjukkan bahwa telekomunikasi dan teknologi informasi telah banyak membantu upaya masyarakat bangsa menuju demokrasi. Bentuk sederhana keterlibatan telematika dalam demokrasi antara lain penggunaan Short Message Service (SMS), Electronic Mail (E-mail), oleh mahasiswa aktivis dalam pendudukan gedung DPR/MPR yang berujung pada runtuhnya rejim orde baru. Pengembangan lebih lanjut pemanfaatan telematika dalam mendukung upaya pendidikan politik dan demokrasi hanya dibatasi oleh kemampuan manusia, bukan oleh teknologinya itu sendiri. Fakta yang cukup menarik, belum banyak partai politik yang secara khusus memberi perhatian pada telematika, baik memanfaatkannya sebagai sarana untuk mengelola organisasi sehingga menjadi partai modern berbasis teknologi, maupun menggunakan isu – isu kebijakan dan strategis di seputar telematika yang dapat menarik simpati masyarakat luas.
Permasalahan Umum
Permasalahan di sektor telematika, sebetulnya tidak beranjak jauh dari tahun ke tahun, masih di sekitar rendahnya infrastruktur jaringan telekomunikasi, rendahnya penetrasi Internet, pasar yang masih dikuasai oleh pelaku dominan, masih tingginya daftar antrian calon pelanggan telepon, masih relatif rendahnya kontribusi sektor telematika terhadap Pendapatan Nasional, makin terbukanya entry barrier bagi produk dan jasa asing untuk masuk ke Indonesia, sementara produk dan jasa Indonesia di bidang telematika yang diekspor ke luar negeri masih rendah dan seringkali tidak mampu bersaing di pasar global, permasalahan pro dan kon menyusul divestasi BUMN telekomunikasi, lambatnya realisasi pendirian Badan Regulasi telekomunikasi yang bersifat mandiri sesuai dengan mandat Undang – Undang Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi, permasalahan Struktur, Perilaku dan Kinerja industri telematika Indonesia terutama setelah berlakunya AFTA, dan regim perdagangan bebas, serta belum adanya upaya serius dari pemerintah untuk memberi perhatian sepenuhnya terhadap pemanfaatan Internet dan dampaknya.
Kelembagaan
IstilahTelematika atau Information and Communication Technology (ICT) digunakan di Indonesia sebagai suatu keputusan politik pemerintah dalam bentuk Keputusan Presiden untuk menandai perlunya mengantisipasi fenomena konvergensi teknologi informasi dan telekomunikasi. Keputusan Presiden dimaksud adalah Keppres Nomor 20/1999 tentang pembentukan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) yang kemudian diperbarui dengan Keppres Nomor 50/2000 .
Yang menarik, menyusul pergantian regim GusDur ke rejim Megawati, sekarang ini keberadaaan TKTI hanya di atas kertas belaka. Padahal, sesuai dengan cita – cita yang dicanangkan, keberadaan TKTI dimaksudkan untuk membangun sinergi dan koordinasi antar lembaga pemerintah dan pelaku dunia usaha di bidang telematika sehingga secara bersama membangun kebijakan maupun merancang program yang dapat menstimulasi pertumbuhan pemanfataan telematika di Indonesia.
Meski ada TKTI yang diketuai oleh Megawati, namun demikian dalam penyusunan kabinet gotong royong, keberadaan TKTI tidak memiliki peran sama sekali, bahkan dianggap tidak ada. Demikian pula dalam kebijakan kelembagaan, meski diperkirakan sudah mengetahui bahwa sebagai konsekuensi konvergensi, terjadi perubahan mendasar pada layanan dan struktur industri telematika, namun demikian hal ini tidak disikapi dengan mengintegrasikan instansi pemerintah yang berwenang mengelola kebijakan sektor telematika. Kemunculan Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dengan tugas sebagai perancang kebijakan sistem informasi nasional termasuk telematika dan penyiaran masih harus dipisahkan dari institusi yang mengelola telekomunikasi. Hingga saat ini lembaga pemerintah yang berwenang mengurusi masalah telekomunikasi masih dipegang oleh Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi di bawah Departemen Perhubungan. Adanya dua institusi pemerintah yang mengurusi permasalahan sejenis, sempat menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku dan dunia usaha bidang telematika.
Ke depan, jika Pemerintah konsisten dengan keinginan untuk membangun sektor telematika, perlu dipersiapkan pembentukan sektor baru yang khusus membidangi Telematika. Jika kita simak ke belakang, pembangunan di sektor telekomunikasi ternyata tidak memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah. Indikator mengenai hal ini dapat dilihat dari keberadaan instansi setingkat Departemen yang membidangi telekomunikasi selalu berganti – ganti dan ditempelkan ke bidang lain. Pernah pada suatu masa telekomunikasi digabung dengan pariwisata, kemudian dipindahkan dan digabung dengan perhubungan, dan sekarang bahkan muncul dua kementrian yang membidangi hal serupa. Pembentukan suatu sektor dalam pembanguan akan berdampak pada penuhnya perhatian para eksekutif karena dan kuatnya daya operasional untuk membangun sektor yang bersangkutan. Selain itu, jika kita simak, selama tiga dasa warsa terakhir ini, kontribusi sektor telekomunikasi terhadap GNP masih relatif rendah (rata – rata 3%) itupun masih digabung dengan kontribusi dari sektor perhubungan. Pembentukan sektor telematika yang terpisah dari sektor lainnya diperkirakan akan mendorong kesadaran para pelaku di sektor ini untuk meningkatkan kontribusinya pada Pendapatan Nasional. Implikasi lain, dari dibentuknya sektor telematika, adalah disediakannya anggaran pembangunan dalam APBN, maupun kementrian yang memiliki ruang lingkup lebih luas dalam pengelolaan sektor telematika.
Sementara itu, menyusul pembubaran Departemen Penerangan dan mulai berlakunya otonomi daerah, terjadi perubahan menyolok pada lembaga pemerintah yang mengurusi sektor informasi dan komunikasi di daerah – daerah. Perubahan ini ditandai dengan perbedaan nomenklature, tugas pokok dan fungsi, serta struktur organisasinya. Selain itu, muncul kencenderungan sektor telematika dijadikan objek bagi pengumpulan PAD melalu perda perijinan penyelengaraan usaha informasi dan komunikasi.
Menjelang akhir tahun 2002, pemerintah bersama DPR berhasil menyetujui disahkannya Undang – Undang Penyiaran. Tindak lanjut dari disahkannya UU ini adalah perlunya segera dibangun Komisi Penyiaran Independen (KPI). Agar kinerja KPI dapat sepenuhnya mencerminkan amanat UU Penyiaran, sebaiknya masyarakat segera mengajukan rancangan struktur dan tata laksana KPI, mekanisme rekruitmen anggota KPI, mekanisme pengawasan, serta tata cara hubungan antara KPI dan KPI Daerah.
Badan Regulasi Telekomunikasi
Menyusul diberlakukannya UU 36/1999 tentang Telekomunikasi yang menggantikan UU 3/89, muncul berbagai harapan agar Indonesia segera memiliki Badan Regulasi Telekomunikasi (BRT) yang bersifat mandiri. Pengertian mandiri di sini, dalam pengertian mandiri terhadap operator telekomunikasi yang diatur, dan mandiri dalam pembuatan keputusan. Meski tidak ada suara yang menentang berdirinya BRT, namun demikian tidak berarti tidak ada masalah dalam realisasinya.
Permasalahan mendasar dari kemandegan proses pendirian BRT adalah pada lemahnya landasan hukum yang ada. Pasal 5 UU 36/1999 yang disebut – sebut sebagai acuan perlu didirikanya BRT, berdasarkan kajian, ternyata masih sumir. Demikian pula bagian penjelasan pada UU 36/1999 tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mencukupi bagi pendirian BRT.
Namun demikian, jika langkah yang ditempuh adalah merubah UU 36/1999, dapat diperkirakan akan memerlukan waktu yang cukup lama, sementara perubahan pasar menuju pasar yang kompetitif, di mana diperlukan peran regulator yang mandiri sudah sangat mendesak. Oleh karena itu diperlukan tindakan terobosan yang dapat disepakati bersama oleh DPR dan Pemerintah.
Bisnis
Ditengah minimnya kelangkaan infrastruktur telekomunikasi serta rendahnya pemahaman masyarakat luas terhadap telematika, di sisi lain ternyata muncul inisiatif-inisiatif baru yang dikembangkan oleh masing-masing pelaku usaha muda dalam rangka membentuk infrastruktur informasi alternatif yang meliputi aspek aplikasi, jasa dan infrastruktur fisik. Dari sisi teknologi terdapat empat area yang dianggap sebagai pendorong yaitu yang berkaitan dengan bandwidth komunikasi, teknologi peralatan elektronika, teknologi manipulasi informasi, dan teknologi sistem pembayaran yang dikembangkan secara on-line.
Peluang yang diciptakan oleh penerapan perdagangan elektronis adalah terciptanya pasar-pasar baru, produk dan pelayanan baru, proses-proses bisnis baru yang lebih efisien dan canggih, serta penciptaan perusahaan-perusahaan dengan jangkauan lebih (extended enterprise), sedangkan kendala-kendala umumnya berkisar pada masalah bandwidth dan kapasitas jaringan, keamanan, harga teknologi, aksesabilitas, struktur sosial-ekonomi-demografi, kendala politik dan hukum, censorship, serta edukasi -sosialisasi masyarakat.
Perkembangan lingkungan regulasi menunjukkan bahwa Indonesia telah mulai menerapkan perdagangan elektronis, telah mulai pula meninjau ulang lingkungan regulasinya. Sebuah kerangka regulasi baru di bidang telematika diperlukan untuk memfasilitasi pemanfaatan telematika di banyak sektor perekonomian. Tinjauan ulang regulasi sangat banyak dipengaruhi oleh manfaat-manfaat konvergensi Computer-Communications-Content pada industri-industri yang terkena dampak serta resiko-resiko yang diciptakan oleh perdagangan elektronis, seperti misalnya keabsahan dokumen elektronis dan pengaturan hak kepemilikan intelektual (intellectual property right).
Beberapa isu bisnis lain yang mewarnai tahun 2002 adalah:
1. Telkomnet Instant versus ISP
2. Runtuhnya bisnis VoIP
3. Pelaku pasar dominan
4. Divestasi saham ISAT
5. Kepemilikan silang oleh pihak asing terhadap perusahaan telekomunikasi
6. Merger operator DCS.
7. E-Commerce dan E-Business yang tidak berkembang
8. Implementasi E-procurement di beberapa perusahaan nasional
9. Pemerintah sebagai pasar e-government

Regulasi Teledensity adalah indikator yang lazim digunakan di lingkungan telekomunikasi untuk menunjukkan jumlah satuan sambungan telepon PSTN terpasang (SST) per seratus jiwa. Pada saat ini teledensity Indonesia baru mencapai 3%, ini artinya, setiap 100 orang hanya tersedia 3 saluran telepon yang terpasang. Angka ini tergolong rendah terutama jika dibandingkan dengan negara maju atau bahkan negara tetangga Asean. Amerika 98%, Jepang 70%, Norwegia 92%, Singapura 67%, Malaysia 12%, Thailand 8%, dan Philippina 6%.
Selain teledensity, penyebaran pengguna juga merupakan masalah tersendiri. Dari sekitar 6 juta SST, 40% berada di Wilayah Jabotabek, 20% di Pulau Jawa, dan 30% tersebar di berbagai pulau di luar jawa. Kelebihan penawaran seringkali terjadi di Jakarta atau kota – kota besar di jawa lainnya, sementara daftar tunggu di daerah makin memanjang dan tidak semuanya dapat dilayani oleh PT. Telkom. Implikasi dari kondisi semacam ini bermacam macam, dari mahalnya biaya telekomunikasi interlokal, hingga makin enggannya PT. Telkom membangun jaringan baru di wilayah – wilayah yang secara ekonomi tidak potensial menyusul diberlakukannya kebijakan duopoli. Sebagai akibatnya penyebaran informasi dan penyediaan sarana akses informasi menjadi terhambat.
Isu Kebijakan Telekomunikasi yang berkembang selama tahun 2002 dan diperkirakan masih akan mewarnai tahun 2003 antara lain:
1. Tarif telepon dan interkoneksi
2. Regulasi Interkoneksi
3. VoIP
4. Perijinan
5. Privatisasi / divestasi BUMN telekomunikasi
6. Cross Ownership
7. USO
8. Badan Regulasi Independen
9. Restrukturisasi: Monopoli, Duopoli, dan kompetisi
10. Kompensasi teminasi dini Telkom dan Indosat
11. Standarisasi Peralatan Telekomunikasi
Selain isu yang berkaitan dengan bisnis, ada beberapa isu kebijakan lain yang berkaitan dengan masyarakat luas, antara lain:
1. Inpres 6/2001
2. Sistem Informasi Nasional
3. E-Government
4. Penyiapan perangkat legal
a. RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI)
b. RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik
c. RUU Tindak Pidana Kejahatan Telematika
d. RUU Kebebesan Mengakses Informasi Publik
e. Revisi Undang – Undang Telekomunikasi
5. Kontorversi Undang – Undang Penyiaran
6. Pengaturan Internet

Kesimpulan :
seiring dengan perkembangan zaman terutama teknologi, sudah selayaknya pembengembangan telematika di indonesia lebih dipercepat guna menyongsong dalam hal kemajuan di bidang perdagangan dimana kegiatan transaksi dan pertukaran informasi menjadi lebih cepat.
namun hal demikian masih sangat sulit direalisasikan disebabkan masih terkendalanya anggaran dalam membangun fasilitas di berbagai pelosok daerah sehingga masih menggunakan sistem yang lama, membuat segala kegiatan terasa lebih lambat dan memakan banyak waktu yang dalam hal ini pertukaran informasi. disamping itu pemerataan yang belum menjangkau daerah-daerah terpencil, hanya berpusat di sekitar daerah kota saja membuat pengimplentasian prasaran aplikasi kian mustahil. untuk itu butuh kesadaran pada pihal yang saling terkait untuk membangun serta mendukung terwujudnya wawasan nusantara dan masyarat informasi di era global kini.
 Sumber :

Macam-Macam DBMS (Data Base Management System)

NAMA            : FAJRI YUSUF WAHYUDO
KELAS           : 4KA41
NPM               : 12111660

-TULISAN-

DBMS (Database Managemen Sistem)

  • DBMS adalah merupakan software yang menghandel seluruh akses pada database untuk melayani kebutuhan user, menurut C.J. Date.
  • DBMS adalah software, hardware, firmware dan procedure - procedure yang memanage database. Firmware adalah software yang telah menjadi modul yang tertanam pada hardware (ROM), menurut S, Attre.
  • DBMS adalah manajemen yang efektif untuk mengorganisasi sumber daya data, menurut Gordon C. Everest
  • DBMS : Semua peralatan komputer (Hardware+Software+Firmware).
  • DBMS dilengkapi dengan bahasa yang berorientasi pada data (High level data langauage) yang sering disebut juga sebagai bahasa generasi ke 4 (fourth generation language).


Fungsi DBMS (Database Managemen Sistem)
Ø  Definisi data dan hubungannya,
Ø  Memanipulasi data,
Ø  Keamanan dan integritas data,
Ø  Security dan integritas data,
Ø  Recovery/perbaikan dan concurency data,
Ø  Data dictionary,
Ø  Unjuk kerja / performance.

Tujuan DBMS (Database Managemen Sistem)
Ø  Mendefinisikan data dan hubungannya.
Ø  Mendokumentasikan struktur dan definisi data.
Ø  Menggambarkan, mengorganisasikan dan menyimpan data untuk akses yang selektif/dipilih dan efisien.
Ø  Hubungan yang sesuai antara user dengan sumber daya data.
Ø  Perlindungan terhadap sumber daya data akan terjamin, dapat diandalkan, konsisten dan benar.
Ø  Memisahkan masalah Logical dan physical sehingga merubah implementasi database secara fisik tidak menghendaki user untuk merubah maksud data (Logical).
Ø  Menentukan pembagian data kepada para user untuk mengakses secara concurent pada sumber daya data.

Contoh DBMS (Database Managemen Sistem)
Ø  Database Hierarchy : Pengaksesan data harus mengikuti aturan hierarchy yang sudah didefinisikan terlebih dahulu. Contoh : IMS-2 (Information Management System) oleh IBM, 1968
Ø  Data Network : Data membentuk jaringan yang lebih bebas dari model hierarchy. Contoh : IDMS (Integrated Database Management System) oleh Cullinet Software Inc, 1972
Ø  Data Relational : Data dikelompokkan secara bebas menurut jenisnya lewat proses normalisasi.
 Contoh :  INGRES oleh UN of CA & Relational Tech., 1973

Komponen Utama DBMS (Database Managemen Sistem)
Ø  Perangkat Keras
Ø  Perangkat Lunak
Ø  Data
Ø  Pengguna

Keuntungan DBMS (Database Managemen Sistem)
  • Ø  Kebebasan data dan akses yang efisien,
  • Ø  Mereduksi waktu pengembangan aplikasi,
  • Ø  Integritas dan keamanan data,
  • Ø  Administrasi keseragaman data,
  • Ø  Akses bersamaan dan perbaikan dari terjadinya crashes (tabrakan dari proses serentak),
  • Ø  Mengurangi data redundancy : Data redundansi dapat direduksi/dikurangi, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali (untuk kepentingan keyfield),
  • Ø  Membutuhkan sedikit memory untuk penyimpanan data.


Kerugian DBMS (Database Managemen Sistem)
  • Ø  Memperoleh perangkat lunak yang mahal (teknologi DBMS, Operation, Conversion, Planning, Risk),
  • Ø  DBMS mainframe masih sangat mahal. DBMS berbasis mikro biayanya mencapai beberapa ratus dolar, dapat menggambarkan suatu organisasi yang kecil secara berarti,
  • Ø  Memperoleh konfigurasi perangkat keras yang besar.
  • Ø  DBMS sering memerlukan kapasitas penyimpanan primer dan sekunder yang lebih besar daripada yang diperlukan oleh program aplikasi lain. Juga, kemudahan yang dibuat oleh DBMS dalam mengambil informasi mendorong lebih banyak terminal pemakai yang disertakan dalam konfigurasi daripada jika sebaliknya.
  • Ø  Mempekerjakan dan mempertahankan staf DBA DBMS memerlukan pengetahuan khusus agar dapat memanfaatkan kemampuan secara penuh. Pengetahuan khusus ini paling baik diberikan oleh pengelola database.


Macam - macam DBMS (Database Managemen Sistem)
Beberapa software atau perangkat lunak DBMS yang sering digunakan dalam aplikasi program antara lain :

1. MySQL
MySQL merupakan sebuah perangkat lunak system manajemen basis data SQL (bahasa inggris : data management system) atau DNMS yang multithread, multi - user, dengan sekitar 6 juta instalasi di seluruh dunia.

  
MySQL AB membuat MySQL tersedia sebagai perangkat lunak gratis di bawah lisensi GNU General Public Licenci (GPL), tetapi mereka juga menjual dibawah lisensi komersial untuk kasus - kasus dimana penggunaannya tidak cocok dengan penggunaan GPL.

Tidak seperti Apache yang merupakan software yang dikembangkan oleh komunitas umum, dan cipta untuk code sumber dimiliki oleh penulisnya masing-masing, MySQL dimiliki dan disponsori oleh sebuah perusahaan komersial Swedia yaitu MySQL AB.

MySQL AB memegang penuh hak cipta hampir atas semua kode sumbernya. Kedua orang Swedia dan satu orang Finlandia yang mendirikan MySQL AB adalah : david axmark, allan larsson, dan Michael “monthy widenius.

Kelebihan MySQL antara lain :
  • Ø  Free (bebas didownload),
  • Ø  Stabil dan tangguh,
  • Ø  Fleksibel dengan berbagai pemrograman,
  • Ø  Security yang baik,
  • Ø  Dukungan dari banyak komunitas,
  • Ø  Kemudahan management database,
  • Ø  Mendukung transaksi,
  • Ø  Perkembangan software yang cukup cepat.


2. Oracle
Oracle adalah relational database management system (RDBMS) untuk mengelola informasi secara terbuka, komprehensif dan terintegrasi.

Oracle Server menyediakan solusi yang efisien dan efektif karena kemampuannya dalam hal sebagai berikut :
  • Ø  Menangani manajemen space dan basis data yang besar,
  • Ø  Mendukung akses data secara simultan,
  • Ø  Performansi pemrosesan transaksi yang tinggi,
  • Ø  Menjamin ketersediaan yang terkontrol,
  • Ø  Lingkungan yang tereplikasi.


Oracle merupakan DBMS yang paling rumit dan paling mahal di dunia, namun banyak orang memiliki kesan yang negatif terhadap Oracle. Keluhan - keluhan yang mereka lontarkan mengenai Oracle antara lain adalah terlalu sulit untuk digunakan, terlalu lambat, terlalu mahal, dan bahkan Oracle dijuluki dengan istilah “ora kelar  -kelar” yang berarti “tidak selesai - selesai” dalam bahasa Jawa.

Jika dibandingkan dengan MySQL yang bersifat gratis, maka Oracle lebih terlihat tidak kompetitif karena berjalan lebih lambat daripada MySQL meskipun harganya sangat mahal. Namun yang mereka tidak perhitungkan adalah bahwa Oracle merupakan DBMS yang dirancang khusus untuk organisasi berukuran besar, bukan untuk ukuran kecil dan menengah.

Kebutuhan organisasi berukuran besar tidaklah sama dengan organisasi yang kecil atau menengah yang tidak akan berkembang menjadi besar. Organisasi yang berukuran besar membutuhkan fleksibilitas dan skalabilitas agar dapat memenuhi tuntutan akan data dan informasi yang bervolume besar dan terus menerus bertambah besar.


3. Firebird

Firebird (juga disebut FirebirdSQL) adalah sistem manajemen basisdata relasional yang menawarkan fitur - fitur yang terdapat dalam standar ANSI SQL-99 dan SQL-2003. RDBMS ini berjalan baik di Linux, Windows, maupun pada sejumlah platform Unix. Firebird ini diarahkan dan di maintance oleh FirebirdSQL Foundation. Ia merupakan turunan dari Interbase versi open source milik Borland.

Karena itulah Interbase dan Firebird sebenarnya mempunyai CORE yang sama karena awalnya sama” dikembangkan oleh Borland. Namun dalam perkembangannya, Interbase yang komersial dibundle oleh Borland menjadi Phoenix, sedangkan Firebird adalah interbase yang dikembangkan oleh komunitas Open Source, sehingga menjadikannya sebagai produk Database Server yang FREE.

Pengguna Firebird

Open source DBMS ini dimotori oleh para developer Interbase 6.x open-source. Jika pernah menggunakan produk - produk RDBMS, seperti Ms-SQL Server, Oracle, DB2, Informix, dan lain-lain, kita tidak akan kesulitan dalam mengenal Firebird.

Mengapa Firebird ? banyak orang menggunakan produk RDBMS yang sudah populer, dan harganya pun sangat mahal, sehingga banyak yang ingin belajar harus mencari versi ‘bajakan’ dari produk tersebut untuk bisa belajar. Alasannya sederhana, ingin belajar RDBMS berkelas enterprise tetapi tidak usah membayar.

Kalangan - kalangan seperti inilah yang seringkali memanfaatkan Firebird. Produk ini gratis dan berkelas enterprise. Selain itu Firebird juga digunakan para pelaku bisnis, mereka ingin solusi sistem informasi berskala besar (enterprise), namun mereka juga ingin menghindari harga yang sangat mahal dan biaya maintenance yang juga sangat mahal.

Produk ini mampu bersaing dengan produk-produk berkelas seperti Ms-SQL Server atau Oracle sekalipun, dalam segala hal fitur, kecepatan, performa, apapun anda menamakannya, Firebird benar - benar bisa dibandingkan,dan yang lebih penting Firebird is totally Free.

Kalau memang Firebird Hebat, berkelas, dan gratis, mengapa Firebird kurang populer saat ini? jawabannya sederhana, Firebird mempunyai developer yang tangguh, support yang tangguh, tetapi Firebird tidak mempunyai marketing yang tangguh.


4. Microsoft SQL server 2000

Microsoft SQL Server 2000 adalah perangkat lunak relational database management system (RDBMS) yang didesain untuk melakukan proses manipulasi database berukuran besar dengan berbagai fasilitas. Microsoft SQL Server 2000 merupakan produk andalan Microsoft untuk database server. Kemampuannya dalam manajemen data dan kemudahan dalam pengoperasiannya membuat RDBMS ini menjadi pilihan para database administrator.

DBMS merupakan suatu system perangkat lunak untuk memungkinkan user (pengguna) untuk membuat, memelihara, mengontrol, dan mengakses database secara praktis dan efisien. Dengan DBMS, user akan lebih mudah mengontrol dan mamanipulasi data yang ada. Sedangkan RDBMS atau Relationship Database Management System merupakan salah satu jenis DBMS yang mendukung adanya relationship atau hubungan antar table.

RDBMS (Relational Database Management System) adalah perangkat lunak untuk membuat dan mengelola database, sering juga disebut sebagai database engine. Istilah RDBMS, database server-software, dan database engine mengacu ke hal yang sama; sedangkan RDBMS bukanlah database. Beberapa contoh dari RDBMS diantaranya Oracle, Ms SQL Server, MySQL, DB2, Ms Access.


5. Visual Foxpro 6.0

Pada tahun 1984, Fox Software memperkenalkan FoxBase untuk menyaingi dBase II Ashton-Tate. Pada saat itu FoxBase hanyalah perangkat lunak kecil yang berisi bahasa pemrograman dan mesin pengolah data.

FoxPro memperkenalkan GUI (Graphical Unit Interface) pada tahun 1989. FoxPro berkembang menjadi Visul FoxPro pada tahun 1995. kemampuan pemrogrman prosural tetap dipertahankan dan dilengkapi dengan pemrograman berorietasi objek.

Visual FoxPro 6.0 dilengkapi dengan kemampuan untuk berinteraksi dengan produk desktop dan client / server lain dan juga dapat membangun aplikasi yang berbasis Web. Dengan adanya Visual Studio, FoxPro menjadi anggotanya.

Sasaran utama Visual Studio adalah menyediakan alat bantu pemrogrman dan database untuk mengembangka perangkat lunak yang memenuhi tuntutan zaman.

Model data yang digunakan Visual FoxPro yaitu model relasional. Model Relasional merupakan model yang paling sederhana sehingga mudah di pahami oleh pengguna, serta merupakan paling popular saat ini.

Model ini menggunakan sekumpulan table berdimensi dua (yang disebut relasi atau table), dengan masing-masing relasi tersusun atas tupel atau baris dan atribut. Relasi dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghilangkan kemubajiran data dan mengunakan kunci tamu untuk berhubungan dengan relasi lain.


6. Database Desktop Paradox

Database desktop merupakan suatu program “Add-Ins”, yaitu program terpisah yang langsung terdapat pada Borland Delphi. Pada database desktop terdapat beberapa DBMS yang terintegrasi di dalamnya antara lain Paradox 7, Paradox 4, Visual dBase, Foxpro, Ms. SQL, Oracle, Ms. Acces, db2 dan interbase.

Dari beberapa DBMS tersebut kita akan memilih salah satu yaitu Paradox yang akan dibahas lebih lanjut, khususnya Paradox 7. Dalam Paradox 7 ini, pada 1 file database hanya mengizinkan 1 tabel, berbeda dengan DBMS lain yang mengizinkan beberapa tabel pada 1 file database seperti pada Ms. Acces.neration language).

Sumber :

Perkembangan Middleware Pada OLTP dan RPC

NAMA            : FAJRI YUSUF WAHYUDO
KELAS           : 4KA41
NPM               : 12111660

-TULISAN-


Terminologi Middleware

Terminologi middleware adalah istilah umum dalam pemrograman komputer yang digunakan untuk menyatukan, sebagai penghubung, ataupun untuk meningkatkan fungsi dari dua buah progaram / aplikasi yang telah ada.

Middleware

Middleware Didefinisikan sebagai sebuah aplikasi yang secara logik berada diantara lapisan aplikasi (application layer) dan lapisan data dari sebuah arsitektur layer - layer TCP / IP. Middleware bisa juga disebut protokol. Protokol komunikasi middleware mendukung layanan komunikasi aras tinggi.

Perangkat Lunak Middleware

Perangkat lunak middleware adalah perangkat lunak yang terletak diantara program aplikasi dan pelayanan - pelayanan yang ada di sistim operasi.

Fungsi Middleware

  • Menyediakan lingkungan pemrograman aplilasi sederhana yang menyembunyikan penggunaan secara detail pelayanan-pelayanan yang ada pada sistem operasi .
  • Menyediakan lingkungan pemrograman aplikasi yang umum yang mencakup berbagai komputer dan sistim operasi.
  • Mengisi kekurangan yang terdapat antara sistem operasi dengan aplikasi, seperti dalam hal: networking, security, database, user interface, dan system administration.
Perkembangan Middleware

Perkembangan middleware dari waktu ke waktu dapat dikatagorikan sebagai berikut :

1. On Line Transaction Processing (OLTP)

On Line Transaction Processing (OLTP), merupakan perkembangan awal dari koneksi antar remote database. Pertama kali ditemukan tahun 1969 oleh seorang engineer di Ford, kemudian diadopsi oleh IBM hingga kini dikenal sebagai proses OLTP. DIGITAL ACMS merupakan contoh lainnya yang sukses pada tahun 70-an dan 80-an. UNIX OLTP lainnya seperti: Encina, Tuxedo pada era 80-an, serta DIGITAL CICS untuk UNIX yang memperkenalkan konsep dowsizing ke pasar.

2. Remote Procedure Call (RPC)

Remote Procedure Call (RPC), menyediakan fasilitas jaringan secara transparan. Open Network Computing (ONC) merupakan prototipe pertama yang diperkenalkan awal tahun 70-an. Sun unggul dalam hal ini dengan mengeluarkan suatu standar untuk koneksi ke internet. Distributed Computing Environment (DCE) yang dikeluarkan oleh Open Systems Foundation (OSF) menyediakan fungsi-fungsi ONC yang cukup kompleks dan tidak mudah untuk sis administrasinya.

Sumber :