Di tahun 2003, telah dilahirkan pula Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional melalui UU No. 20 tahun 2003 yang menggantikan UU No. 2 tahun 1989. Tersurat jelas dalam UU tersebut bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Bila merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945, tersebutkan dalam pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan pada ayat 2 disebutkan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dan dalam UU No. 20/2003 pasal 5, bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus serta setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Peran masyarakat dalam pendidikan nasional, terutama keterlibatan di dalam perencanaan hingga evaluasi masih dipandang sebagai sebuah kotak keterlibatan pasif. Inisiatif aktif masyarakat masih dipandang sebagai hal yang tidak dianggap penting. Padahal secara jelas di dalam pasal 8 UU No. 20/2003 disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Peran serta masyarakat saat ini hanyalah dalam bentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dimana proses pembentukan komite sekolahpun belum keseluruhannya dilakukan dengan proses yang terbuka dan partisipatif.
Di berbagai daerah, pendidikan pun masih berada dalam kondisi keprihatinan. Mulai dari kekurangan tenaga pengajar, fasilitas pendidikan hingga sukarnya masyarakat untuk mengikuti pendidikan karena permasalahan ekonomi dan kebutuhan hidup. Pada beberapa wilayah, anak-anak yang memiliki keinginan untuk bersekolah harus membantu keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup karena semakin sukarnya akses masyarakat terhadap sumber kehidupan mereka.
Beberapa Orang tua seringkali mengikutkan anaknya kedalam berbagai les dan pelajaran ekstra kurikuler di luar jam belajar sekolah, dan yang saya yakin adalah bahwa kebanyakan dari kasus ini bukan keinginan dari anak itu sendiri melainkan suruhan dari orangtuanya. Memang banyak orang mengatakan bahwa belajar tidak cukup hanya disekolah saja, tetapi juga perlu menambah ilmu diluar sekolah sehingga para orang tua pun mengikutkan anak-anaknya ke berbagai tempat les karena dengan begitu anak mendapatkan kemampuan kognitif yang cukup baik.
Ini terjadi karena tidak lain, pendidikan yang diterapkan setiap sekolah adalah untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Tapi dari hal ini sebenarnya adalagi hal yang anak perlu dapatkan, yaitu pendidikan karakter. Bukan bermaksud untuk mengatakan pendidikan kognitif tidak baik, tetapi hal pendidikan karakter sangat penting ditekankan agar kepribadian dan karakteristik masing-masing anak dapat terkontrol. Beberapa contoh kenyataan yang sering kita jumpai dewasa ini misalnya, banyak orang-orang yang kaya justru malah tidak dermawan, para penghuni kursi DPR yang justru tidak memikirkan rakyatnya, atau guru yang tidak merasa kasihan kepada anak jalanan yang seharusnya mendapatkan kesempatan belajar disekolah.
Contoh diatas adalah bukti bahwa tidak adanya keseimbangan antara Pendidikan kognitif dengan pendidikan karakter.
Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana sistem pendidikan di Indonesia menciptakan anak bangsa yang memiliki sensitifitas terhadap lingkungan hidup dan krisis sumber-sumber kehidupan, serta mendorong terjadinya sebuah kebersamaan dalam keadilan hak. Sistem pendidikan harus lebih ditujukan agar terjadi keseimbangan terhadap ketersediaan sumberdaya alam serta kepentingan-kepentingan ekonomi dengan tidak meninggalkan sistem sosial dan budaya yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Opini saya tentang masalah ini adalah Seharusnya pendidikan Karakter dimasukan kedalam kurikulum lalu diterapkan didalam metode pendidikan saat ini dengan begitu moral dan kemajuan pendidikan itu sendiri akan terangkat dan ini akan sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yang berbunyi "Mencerdaskan kehidupan bangsa."
dikutip dari :